Bisnis yang Dibangun di atas Kebohongan Orang-Orang

Sewaktu masih berumur muda, versi awal Facebook hanya memungkinkan penggunanya mengeklik profil teman-teman mereka, belum secanggih saat ini. Lalu para insinyur di sana meluncurkan fitur baru, yaitu News Feed pada beranda. Apa reaksi pengguna Facebook saat itu? Ternyata banyak yang menolak, lho.

“Fitur yang mengerikan! News Feed malah bikin kita terlihat kepo dengan urusan kehidupan orang lain.”, kata mereka. Bahkan mereka sampai mendirikan grup Facebook Students Against Facebook News Feeds dan mengeluarkan petisi agar Facebook menghapus fitur ini. Apa yang dilakukan oleh Mark Zuckerberg, sang CEO Facebook saat itu? Ternyata woles aja! Dia bahkan sama sekali tidak memercayai perkataan orang-orang tersebut. Kenapa? Karena data yang dia punya justru berkata sebaliknya.

Mark menemukan fakta bahwa rata-rata orang menggunakan Facebook menjadi jauh lebih lama daripada sebelum fitur News Feed diluncurkan. Malahan, para pengguna menjadi lebih sering nongkrong di News Feed mereka. Semakin banyak yang ikut bergabung ke grup anti News Feed tersebut, semakin banyak yang menggunakan Facebook, dan semakin banyak pula dari mereka yang—entah sadar atau tidak sadar—asyik mengamati kehidupan teman-teman mereka di News Feed. Hingga saat ini pun fitur News Feed tidak dihilangkan. Meski begitu, nyatanya pengguna tidak meninggalkan Facebook karena masalah itu dan bahkan Facebook semakin menjadi raksasa media sosial yang memiliki satu miliar pengguna aktif tiap harinya. Wow sekali, bukan?

Apa yang kita pelajari dari sini?

Orang-orang berkata bahwa mereka tidak ingin kepo dengan urusan orang lain lewat News Feed Facebook mereka. Namun realitasnya? Mereka ternyata senang melihat kabar terkini dari orang-orang terdekat atau public figure mereka. Memanfaatkan fakta itu, Mark Zuckerberg berhasil meraup keuntungan senilai $55,2 miliar.

Orang-orang berkata kalau mereka menolak kesadisan, masokisme, dan perbudakan. Realitasnya? Ternyata banyak yang tertarik dengan BDSM (BondageDominanceSadism, dan Masochism) antara pengusaha kaya dan mahasiswi. Ini terbukti dengan terjualnya novel 50 Shades of Gray (yang memuat BDSM) sampai 125 juta eksemplar.

Orang-orang berkata kalau mereka tidak ingin membeli produk kapitalis atau apa pun yang dibuat oleh perusahaan yang memeras karyawannya. Realitasnya? Yang penting produknya bagus dan murah, nanti dibeli, ya kan? Memanfaatkan fakta itu, Phil Knight, sang pendiri Nike memiliki kekayaan sebesar $25,4 miliar.

Kita terkadang tidak sadar sering membohongi diri sendiri. Tidak, kita bahkan belum mengetahui isi pikiran dan keinginan kita yang sebenarnya. Menyuarakan A dari pikiran, namun malah bertindak sebaliknya. Menolak B karena bertentangan dengan isi hati, namun ternyata menikmatinya. Ternyata kita cukup konsisten dalam membohongi diri kita sendiri. Nahasnya, kebohongan yang kita lakukan tidak pernah kita sadari, namun disadari lebih cepat oleh orang lain seperti pebisnis Mark Zuckerberg, Howard Stern, dan Phil Knight, yang mencari tahu apa saja yang dibutuhkan oleh kita sebagai pangsa pasar mereka. Oleh karena itu, di dalam bukunya yang berjudul Zero to One, investor Facebook bernama Peter Thiel pernah berkata bahwa bisnis-bisnis besar itu dibangun berdasarkan rahasia yang besar.

Rahasia seperti apa?

Rahasia tentang orang-orang yang bahkan tidak diketahui oleh diri mereka sendiri, atau mereka mengetahuinya namun tidak ingin diketahui oleh orang lain. Bisnis seperti inilah yang disebut sebagai bisnis yang dibangun di atas kebohongan orang-orang!

Perusahaan seperti Netflix pun belajar hal yang sama, bahwa jangan memercayai apa yang orang katakan kepada Anda, tapi percayalah pada apa yang mereka lakukan. Kenapa? Dulu mereka pernah meminta penggunanya untuk memberitahukan film apa saja yang akan mereka tonton nanti, tetapi ternyata hampir tidak pernah ditonton sama sekali. Film-film mereka pun banyak yang tidak laku. Setelah menghapus fitur itu dan membuat model rekomendasi film berdasarkan data-data film yang pernah ditonton oleh pengguna, hasilnya, pengguna Netflix menjadi lebih sering menonton film di sana, dan Netflix pun menjadi perusahaan media yang sangat besar di dunia. Ironis memang, bahwa algoritma Netflix ternyata lebih tahu tentang film apa yang kita inginkan daripada diri kita sendiri.


Referensi:

[1] Stephens, Seth, dan Davidowitz. 2018. Everybody Lies. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

[2] Breaking News, Analysis, Politics, Blogs, News Photos, Video, Tech Reviews – TIME.com

[3] Mark Zuckerberg – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

[4] Fifty Shades of Grey – Wikipedia

[5] Phil Knight – Wikipedia

Leave a comment